NU dan Kemaslahatan Dunia

NU dan Kemaslahatan Dunia

Oleh : KH Ali Maksum

Tidak saja warga dan pengurus NU, tetapi seluruh bangsa Indonesia mengharapkan agar seluruh program-program NU sejalan dan mendukung program pembangunan nasional. Kalau ini terjadi berarti kemanunggalan ulama umara secara terbuka dan wibawa, InsyaAllah akan tercapai. Dengan demikian terpenuhi modal dasar dalam ikhtiar mewujudkan kemaslahatan bangsa dan negara. Dalam kitab “Adabud Dunya wad Din”, Imam al Mawardi menyebutkan enam hal yang harus dipenuhi guna kemaslahatan dunia, yaitu:

1. الدين المتبع atau agama yang dianut. Kita jelas mempunyai agama dan bahkan hal ini menjadi isyarat mutlak bagi pengamalan Pancasila. Dalam kaitan ini, agama berfungsi antara lain menjadi pemandu rohani dan batin kita, juga menjadi sumber inspirasi, pegangan beroperasi, wawasan orientasi, bahkan tujuan terakhir yang hakiki dalam kehidupan kita berbangsa dan bernegara ini.
2. السلطان القاهر atau penguasa yang kokoh dan berwibawa. Penguasa berfungsi antara lain untuk menyatukan kehendak masyarakat, membasmi gangguan-gangguan sosial, dan mengatur lalu-lintas kehidupan yang penuh raga mini. Betapa pentingnya arti penguasa ini, sehingga sebuah hadits Nabi menyebutkan:
ألامام الجائر خير من الفتنة , وكل لا خير فيه , وفي بعض اشر خيار
“Penguasa yang lalim itu lebih baik daripada bencana hidup (tidak ada penguasa). Kedua-duanya tidak baik, namun di dalam yang tidak baik itu terselip beberapa kebaikan”
3. العدل الشامل atau keadilan yang merata. Keadilan berfungsi antara lain untuk menumbuhkan kasih sayang sosial, ketaatan sikap, kelestarian lingkungan hidup, yang jelas keamanan dan ketentraman umum. Hurmuz, pemuka Persia, melihat Sayyidina Umar tidur lelap, ia berkomentar:
عدلت فأمنت فنمت
“Engkau berbuat adil, maka engkau aman (tenang) dan dapat tidur nyenyak”
4. الأمن العام atau keamanan semesta. Hal ini telah jelas faedah dan fungsinya. Sebagian Ahli Hikmahh menyatakan:
ألأمن أهنأعيش, والعدل أقوى جيش
“Keamanan adalah kenyataan hidup, sedang keadilan itu merupakan tentara yang paling kuat”.
5. الخصب الدار atau kemakmuran sandang pangan. Ini juga jelas faedah dan fungsinya bagi usaha menciptakan kemaslahatan masyarakat.
6. الأمل الفساح atau pengharapan masa depan yang jauh, atau dengan kata lain: wawasan cita-cita yang jauh. Suatu bangsa yang tidak mempunyai wawasan cita-cita yang jauh, berarti mereka hanya mensgenal kehidupan hari itu, maka tidaklah berarti keluhuran martabat kemanusiaan. Dia tidak pernah berpikir tentang hari esok, berarti tidak mengenal pula pembinaan generasi penerus, juga tidak memahami makna regenerasi.

baca juga : Belajar dari Sejarah Kejayaan NU”

Lengkap sudah enam modal dasar itu kita miliki bersama. Tinggal bagaimana kita mengembangkan modal dasar itu menjadi suatu kenyataan yang penuh hasil guna. Salah satu ciri Ahlusunnah wal Jama’ah adalah tidak memisah-misahkan antara Iman, Islam, dan Ihsan. Dengan kata lain, dalam rumusan modern bisa disebutkan bahwa antara keyakinan, pelaksanaan, dan peningkatan kualitas pelaksana adalah satu kesatuan, tidak berdiri sendiri. Pola sikap seperti itu, tentu saja sangat diperlukan di saat-saat pembangunan tengah digalakkan di manna menuntut kerja keras dan kesanggupan yang tinggi.
Nabi sendiri tidak membenarkan sikap pasif dan menunggu hasil hanya dengan lamunan. Beliau bersabda:
ثر عن الحسن البصري أنه قال: ليس الإيمان بالتمنِّي، ولكن ما وقَر في القلب وصدّقه العمل، وإن قومًا خرجوا من الدُّنيا ولا عمل لهم وقالوا: نحن نحسن الظَّنَّ بالله وكَذَبُوا، لو أحسنوا الظَّنّ لأحسنوا العمل.
“Tidaklah iman itu dengan Tamanni—mengharap sesuatu yang tidak mungkin terjadi—tetapi iman sempurna adalah yang menancap kuat dalam hati dan dibuktikan dengan amal perbuatan; bahwa suatu kaum telah tertipu oleh lamunan-lamunan , mereka duduk pasif berbuat tapi mengatakan “Kami berbaik sangka kepada Allah”; mereka itu berdusta, kalau memang berbaik sangka kepada Allah, niscaya mereka pun melakukan amal perbuatan sebaik-baiknya”. (Ad-Dailami)

Maka jelas tugas kita dalam berkhidmah ini, yaitu berbuat membanggakan kejayaan masa lalu baru ada manfaatnya, jika kita berbuat untuk melestarikan kejayaan itu, bahkan mengembangkan lebih jaya lagi. Nilai seseorang, lebih-lebih di era pembangunan ini, sepenuhnya terletak pada hasil prestasinya sendiri. Dan jika memang harus berbangga, maka prestasi sendirilah yang patut dibanggakan.

Satu hal lagi ciri Ahlusunnah wal Jama’ah adalah jalan damai atau dalam bahasa Arab disebut As-Salam. Sebagaimana di setiap shalat kita selalu memohonkan salam kepada Nabi dan kita semua serta sekalian hamba Allah yang shalih, yaitu di saat membaca tahiyyat. Setelah itu, barulah kita berbai’at dengan membaca syahdatain. Hal ini menunjukkan bahwa Islam harus kita sebarkan dengan jalan damai, walaupun Islam juga harus kita pertahankan dengan jiwa dan raga.

baca juga : Ngaji Jalalain : Upaya Mengenali Dosa beserta Dampak-Dampaknya”

Dari segi bahasa, kata Islam memang sebentuk (musytaq) dengan salam. Karena itu, pemahaman kulit Islam yang paling luar adalah bahwa Islam itu identik dengan salam atau kedamaian. Dengan demikian, cara kekerasan seperti yang terjadi baru-baru inni, yaitu peledakan beberapa stupa Borobudur, saya yakin dilakukan oleh mereka yang belum paham tentang Islam. kulitnya saja belum paham, apalagi isi Islam. Karena itu, cara tersebut tidak sesuai dengan Khittah perjuangan NU yang selalu memilih jalan damai.

Dalam kaitan ini pula, atas nama warga NU se DIY, kami menyampaikan penyesalan atas terjadinya peledakan tersebut. Karena bagaimana pun, Borobudur tetap merupakan monument kebudayaan bangsa Indonesia.

Memang Nabi Ibrahim pernah menghancurkan arca-arca raja Namrud, tetapi hal ini dilakukan karena arca-arca tersebut dijadikan sesembahan (Tuhan), sebagaimana dinyatakan oleh rakyat Namrud sendiri:
قَالُوۡا مَنۡ فَعَلَ ہٰذَا بِاٰلِہَتِنَاۤ اِنَّہٗ لَمِنَ الظّٰلِمِیۡنَ
“Mereka berkata: Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap Tuhan-Tuhan kami”? (Surat Al-Anbiya : 59)
Sedang stupa Borobudur tidak dijadikan sesembahan. Karena kami yakin bahwa insan pancasilais tidak mungkin hanya bertuhan kepada batu arca yang mati dan bikinan manusia.

*Tulisan bersumber dari buku “Ajakan Suci” karya KH Ali Maksum terbitan LTN NU DIY

Redaksi

Redaksi

admin

522

Artikel